METAMORFOSA ANAK KRAKATAU

Opini & Puisi

Karya : Ardiansyah

I

Rembulan pukul dua puluh dua : wajahnya merah darah.
Gelombang pasang memanjang : terentang.

II

Di langit yang gempal, rambut halilintar terjungkal
puncak Gunung Anak Krakatau lirih ke laut dalam.

Ada tangis membelah samudera, ada kepedihan di Selat Sunda– ketika itu, almanak di penghujung Desember 2018.

Meski takut dan kalut berbaur, jubah erupsi berbalut tarian tsunami serupa mosaik kaca dengan warna magenta merahnya magma menggunting getir; hilanglah kenangan, musnahlah jalan pulang

III

(Meski enggan mendekat, sungguh, aku terpikat)

IV

Berbatas pandang pantai buih berdentum, tiga pejantan Raja Udang berkesiap, melesat jauh sambil teteskan airmata. Kutilang berbilang. Punai bergegas agar tak samar hijau gading merah marunnya.

V

Volcano, volcano. Panas debumu membakar gairahku.

VI

Ah, kau hanya bermetamorfosa, Anak Krakatau :

serombongan kupu-kupu berdiskusi, sekumpulan Gecko-gecko berjemur di bibir kawah, ular-ular berdesis dengan sayap yang dikembang-kempiskan.

–aduhai, ada tapal kuda merayuku untuk berendam di sana–

2019

Catatan : Puisi ini menjadi salah satu nominator dalam Festival Krakatau 2019

Baca Juga :  Mahaguru Berpulang