Kemendikbudristek Perjuangkan Kebaya dan Musik Dangdut Jadi Warisan Budaya Dunia

Khasanah & Ragam Budaya

JAKARTA (RNSI) – Tahun ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong dua elemen kebudayaan Indonesia untuk menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Dunia melalui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).

Pemerintah resmi mendaftarkan kebaya Nusantara sebagai Intagible Heritage Culture (IHC) ke UNESCO, pada Maret 2023.

Selain Indonesia, empat negara di Asia lainnya turut mengajukan kebaya sebagai joint multinational nominations kepada Intergovernmental Committee for Intangible Cultural Heritage and Humanity UNESCO.

Empat negara itu yakni Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand.

Lalu, pada Minggu, 27 Agustus 2023, pemerintah kembali mengajukan dokumen pengajuan warisan budaya takbenda Reog Ponorogo kepada UNESCO.

Penyerahan simbolis dokumen itu dilakukan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Paguyuban Reog Susiwijono Moegiarso kepada Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy di Kantor Kemenko PMK.

Dokumen tersebut diteruskan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, yang diserahkan kepada UNESCO untuk disidangkan pada Desember 2024 mendatang.

Menko Muhadjir menambahkan, pengakuan UNESCO terhadap Reog Ponorogo asal Jawa Timur sebagai WBTb nantinya akan memberikan rasa kebanggaan tersendiri kepada seluruh warga Ponorogo dan masyarakat Indonesia.

Hal ini juga sekaligus melengkapi 12 warisan budaya Indonesia yang telah diakui UNESCO.

Sebelumnya, pada 25 Maret 2022, Kemendikbudristek telah menominasikan empat elemen budaya Indonesia terdaftar sebagai WBTb UNESCO, yakni Tenun Indonesia, Reog, Ramuan Jamu, dan Makanan Tempe.

Dari situs IHC UNESCO tercantum, minuman tradisional Jamu masuk prioritas pada 2023, sedangkan pertunjukan tradisional Reog Ponorogo masuk prioritas tahun 2024.

Adapun, makanan tempe dan tenun, prosesnya masih berstatus “pending.”

Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid menyampaikan, pihaknya akan terus mengupayakan agar elemen budaya Indonesia tidak hanya mendapatkan status di tingkat Internasional.

Baca Juga :  Minak Kemala Bumi Penyebar Islam Di Lampung

“Namun yang terpenting, agar masyarakat Indonesia turut memberikan perhatian dan ikut melestarikan,” ungkap Hilmar Farid.

Lebih lanjut dikatakannya, disebabkan adanya keterbatasan sumber daya di UNESCO sendiri, tidak ada jaminan bagi setiap negara bahwa elemen budaya yang dinominasikan akan berhasil menyandang status WBTb UNESCO.

“Rata-rata suatu negara hanya bisa mengusulkan satu nominasi per dua tahun untuk menginskripsikan elemen budayanya sebagai WBTb UNESCO,” terangnya.

Selain kebaya dan reog, kearifan budaya lokal dari DKI Jakarta, yakni musik dangdut dan gamelan ajeng, resmi diumumkan sebagai warisan budaya takbenda oleh Tim Ahli WBTb Indonesia, pada Kamis, 31 Agustus 2023 lalu.

Penetapan dilakukan setelah melalui tahapan Sidang WBTb tahun 2023 yang berlangsung pada 28 sampai 31 Agustus 2023.

Dua budaya lokal ini diajukan langsung oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Caption: Musik dangdut digemari seluruh elemen masyarakat Indonesia. Foto: net.

Musik dangdut yang digemari seluruh elemen masyarakat Indonesia ini pernah diajukan sebagai WBTb pada 2012, namun terbentur oleh persyaratan usia budaya minimal 50 tahun.

Diakui oleh musisi dangdut legendaris, Rhoma Irama, musik dangdut berakar dari musik Melayu Deli dan terpengaruh unsur musik Hindi dan musik pop-rock Barat.

Selain dangdut, ikut pula dalam sidang penetapan WBTb ini sebanyak 214 jenis budaya yang berasal dari 31 provinsi di Indonesia yang diselenggarakan mulai dari tanggal 28 Agustus 2023 hingga tanggal 1 September 2023.

Sejak tahun 2016, Komite WBTb UNESCO mengatur batasan jumlah elemen budaya yang dapat diinskripsi sebagai WBTb UNESCO, yaitu 50 elemen budaya saja per tahun dari 193 negara anggota UNESCO.

Sampai saat ini, terdapat 12 WBTb Indonesia yang telah berhasil mendapatkan status WBTb Dunia dari UNESCO.

Kedua belas WBTb itu adalah: Wayang (2008); Keris (2008); Batik (2009); Pendidikan dan pelatihan batik (2009); Angklung (2010); Saman (2011); Noken (2012); Tiga genre tari Bali (2015), Seni Pembuatan Kapal Pinisi (2017); Tradisi Pencak Silat (2019); Pantun (2019); dan Gamelan (2021).

Baca Juga :  Sempat Populer sebagai Industri Kreatif, Batu Akik akankah Kembali Booming?

Warisan Budaya Takbenda yang pengertiannya menurut UNESCO sebagai warisan budaya takbenda adalah praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan serta instrumen, benda, artefak, dan ruang budaya yang terkait dengannya yang diakui oleh komunitas, kelompok, dan/atau individu sebagai bagian dari warisan budaya mereka.

Warisan budaya takbenda ini diturunkan dari generasi ke generasi secara terus-menerus diciptakan kembali oleh komunitas dan kelompok sebagai respons terhadap lingkungan hidup mereka, sebagai interaksi dengan alam dan sejarah mereka, dan menciptakan kebanggaan identitas dengan upaya keberlanjutan, sehingga mendorong penghormatan terhadap keragaman budaya dan kreatifitas manusia.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya praktik dan ekspresi tersebut, mendorong dialog yang menghormati keragaman budaya, serta memberikan pengakuan yang semestinya terhadap praktik dan ekspresi komunitas di seluruh dunia. (sumber : Indonesia.go.id/Kristantyo Wisnubroto/red)