Dibiarkan Menganga, Eks-Galian Tambang Emas Ilegal di Mandailing Natal Telan 12 Korban Jiwa, Semuanya Emak-emak

Nasional

SUMATERA UTARA (RNSI/SMSI) – Dua belas emak-emak yang sedang mencari emas di kawasan penambangan emas ilegal Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, tertimbun longsoran tebing bekas lubang tambang.

Peristiwa naas itu terjadi tepatnya di Desa Bandarlimabung, Kecamatan Lingga Bayu, Mandailing Natal, Sumatera Utara, pada 28 April lalu, sekitar pukul 16.00 WIB.

Dari kedubelas korban jiwa ini, sebanyak sembilan warga Desa Bandarlimabung dan tiga perempuan lainnya warga Desa Simpangbajole, Kecamatan Linggabayu.

Dilansir melalui website Mongabay.co.id, Sabtu, 7 Mei 2022, menurut data Kepolisian Resort (Polres) Mandailing Natal, peristiwa terjadi ketika para perempuan ini tengah mencari emas di lubang dompeng yang sudah tidak terpakai lagi.

Ketika itu, mereka sedang berada di kedalaman dua meter dalam lubang tambang ketika longsor dan lubang penuh lumpur menimbun 12 perempuan ini.

Tak lama berselang, aparat kepolisian beserta warga mencoba untuk melakukan evakuasi para korban.

Kapolres Mandailing Natal, AKBP H.M. Reza Chairul Akbar Sidik, mengatakan, pihaknya telah mengumpulkan barang bukti dan sejumlah keterangan terkait kejadian dimaksud.

Pemilik tanah dan pemilik alat sampai dengan pemodal akan menjalani pemeriksaan kepolisian setempat.

Di lokasi kejadian, penyidik sudah membuat garis polisi.

“Sejumlah barang bukti dari lokasi sudah kita amankan, pemeriksaan saksi dan pengusutan terus dilakukan hingga tuntas,” katanya.

Sementara itu, Bupati Mandailing Natal, Muhammad Jakfar Sukhairi, saat diwawancarai wartawan, Jumat siang kemarin, 6 April 2022, mengatakan, kejadian ini baru pertama kali dengan korban begitu banyak.

Para korban yang keseluruhan ibu-ibu ini meninggalkan anak-anak mereka yang masih belia.

Dari penjelasan saksi, kata Bupati, mereka tertimbun longsor sekitar 15 menit di kedalaman dua meter.

Peristiwa ini begitu mengejutkan di tengah upaya pengurusan izin legalisasi tambang di Mandailing Natal.

Baca Juga :  Diskusi Lingkar Merdeka SMSI, Dr. Reda Manthovani Ajak SMSI Sosialisasikan UU ITE

Meski demikian, ia tidak berani menyinggung solusi permasalahan tambang ilegal di kabupaten pemekaran ini, termasuk tak berani membuat aturan mengikat guna mempersempit ruang gerak penambang tradisional di sana.

“Kami turut berduka sedalam-dalamnya. Kami serahkan ke kepolisian untuk pengusutan kasus ini,” katanya.

Terpisah, Kepala Divisi Sumberdaya Alam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Muhammad Alinafiah Matondang, menyatakan, dalam kasus ini harus dipertanyakan penyebab 12 perempuan tersebut sampai mencari nafkah dengan cara menambang emas.

Menurutnya, pemerintah daerah setempat gagal dalam menyejahterakan warganya.

Imbauan Bupati Mandailing Natal agar masyarakat tak mendulang emas di dalam lubang tambang, katanya, tak akan didengar karena masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Mereka harus berjuang hidup mencari rezeki.

Ketika pemodal diduga menambang ilegal selesai mengeruk perut bumi di kabupaten itu, mereka meninggalkan lubang-lubang menganga sisa kerukan begitu saja.

Rakyat sekitar pun mencari keberuntungan dengan mengais sisa-sisa emas yang mungkin masih ada.

Pengawasan dan penegakan hukum jadi persoalan.

Muhammad Alinafiah Matondang juga mengatakan, pemerintah tidak bertindak apapun pada pemodal yang menambang ilegal dan membiarkan lubang-lubang tambang menganga tanpa ada tindakan tegas atau proses hukum.

“Pemerintah selama ini hanya menyoroti masyarakat bawah, sedangkan pemodal tak ada tindakan tegas,” kata Alinafiah.

Pemerintah Mandailing Natal, lanjutnya, seharusnya memberikan kesempatan kepada masyarakat mengelola lahan tidur yang selama ini tak terpakai untuk membangun ekonomi mereka.

Dengan demikian, warga pun perlahan bisa beralih dari menambang ke sektor-sektor lain yang lebih produktif, ramah lingkungan, dan aman.

“Dengan kasus 12 perempuan yang tewas di lubang tambang ilegal ini, Bupati harus bertanggungjawab,” tegas Alinafiah.

Dirinya pun coba mengurai tambang ilegal ini.

Baca Juga :  Bencana Tanah Amblas Hantui Sepanjang Wilayah Pantura 

Penambangan tradisional atau kecil-kecilan, katanya, kemungkinan mereka tak begitu tahu emas diolah jadi apa dan jual di mana.

Penampung berperan aktif hingga harus diperiksa legalitasnya. Dia menduga, masyarakat kecil sebatas ‘alat’ pemain besar supaya tak terpantau. (Mongabay.co.id/Ayat S Karokaro/red)

Foto Utama : Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia.