Yok Budayakan Liputan Bareng, Stop Intervensi Pemberitaan

Opini & Puisi

Ditulis oleh : Ardiansyah

Era digitalisasi, eranya teknologi super canggih.

Beragam pemenuhan kebutuhan primer maupun sekunder umat manusia, di segala penjuru dunia, diperoleh dengan mudah dari kemajuan ilmu teknologi.

Beberapa tahun belakangan, teknologi digital juga telah merangsek ke dunia pendidikan, transaksi bisnis, juga perbankan.

Dan baru-baru ini, teknologi digital meluncurkan realitas virtual yang disebut dengan metaverse.

Dalam hal pesatnya perkembangan teknologi digital yang paling mencolok penulis soroti ialah kebutuhan dasar manusia akan informasi dan komunikasi tanpa batas.

Salah satu pemanfaat dari kemajuan teknologi digital terkait informasi yakni dunia jurnalistik dan literasi yang telah bertranformasi.

Semula, kebutuhan manusia akan pemenuhan informasi didapat melalui media pers berupa koran, majalah, buku bacaan, dan sejenisnya.

Kini, media pers konvensional telah berubah wujudnya. Dengan mudah informasi didapat melalui alat komunikasi pintar berupa gawai, smartphone, android ataupun gadget.

Dengan gawai, smartphone, android ataupun gadget, manusia seolah ‘tak lagi perlu bersusah-payah pergi ke pasar hanya untuk membeli koran, majalah, buku bacaan, ataupun sejenisnya.

Dari sinilah profesi wartawan pun mendapat tawaran akan satu kekuatan, tantangan, bahkan peluang.

Cukup kerja dari rumah, seorang wartawan dapat memperoleh informasi kekinian yang dikehendakinya.

Dengan sedikit kreatifitas, peristiwa kekinian itupun diolah menjadi bahasanya sendiri.

Pada akhirnya, ia merasa cukup terpuaskan dengan kekayaan intelektual yang ia dapat melalui gawai, smartphone, android ataupun gadget yang dimilikinya.

Dirinya pun merasa telah menguasai informasi sekitarnya bahkan dunia.

Namun dampaknya, justru menghilangkan satu sisi paling mendasar. Satu sisi paling manusiawi, yakni kejujuran.

Wartawan semacam ini tidak lagi menggali informasi dengan mendalam, sudah tidak lagi merasakan dinamika jurnalistik yang utuh dan sesungguhnya.

Baca Juga :  AKU TIDAK KHAWATIR

Mirisnya lagi, produk jurnalistik mulai dikuasai dan/atau diintervensi beberapa lembaga pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Lembaga-lembaga itu seolah menutup ruang kebebasan berekspresi dan keberagaman produk jurnalistik.

Hal tersebut juga mulai diikuti lembaga-lembaga perusahaan hingga beragam organisasi kemasyarakatan lainnya.

Profesi wartawan disulap menjadi penyiar semata. Perusahaan pers ‘tak beda hanya semacam robot.

Lembaga-lembaga dimaksud akan bekerjasama dengan perusahaan media tempat wartawan itu bernaung, dengan catatan, menayangkan informasi melalui rilis.

Jika bukan berita rilis, maka dipertanyakan esensi dan kebenarannya.

Kesan yang muncul, tidak yakin dengan hasil tulisan wartawan.

Pada akhirnya, lembaga-lembaga tersebut mulai enggan untuk membuka ruang komunikasi dengan wartawan yang kerap banyak sekali pertanyaan yang membuat repot pikirannya.

Pertanyaan yang dilancarkan wartawan kerap membuat otaknya bekerja lebih cepat dari biasanya.

Parahnya, hasil liputan wartawan semacam itu dinyatakan tidak berbobot karena belum menjalin komunikasi atau istilah yang kerap digunakan : belum berkoordinasi dan tidak ada konfirmasi.

Sampai di sini, esensinya, kerja wartawan itu punya cara pandang tersendiri dengan objek yang menjadi bahan pemberitaannya.

Kadangkala mereka menangkap satu peristiwa penting dan menarik untuk diketahui publik yang tidak tertangkap oleh pembuat rilis lembaga-lembaga dimaksud.

Melalui tulisan ini, penulis menyampaikan agar berikan ruang kebebasan berekspresi dan keberagaman kepada wartawan.

Kemitraan itu tidak harus sewarna. Ajak dan libatkan wartawan untuk meliput kegiatan secara bersama-sama.

Bila perlu undang mereka (wartawan) secara khusus untuk melakukan peliputan eksklusif seputar ruang kerja.

Darisanalah dapat menentukan langkah ideal dalam hal memberikan edukasi dan pembinaan.

Pada akhirnya akan muncul sinergisitas dua arah. Yang pasti, hasilnya akan lebih jujur serta lebih manusiawi.

Dan juga kita tidak tenggelam dalam lautan teknologi digital yang superior. (**)

Baca Juga :  PENGHUJUNG WAKTU