Viral! Cerita Calon Kepsek SD di Purwakarta dipungut biaya “Jumbo”

Nasional

Purwakarta (RNSI-SMSI)-Belum lama ini tersiar kabar yang viral dari calon Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Purwakarta harus membayar sekian puluh juta untuk ikut seleksi Kepsek SD Negeri di Purwakarta.

Hasil penelusuran penulis, dikutip dari trendpurwakarta.com dan tersebar luas di sosial media, Minggu (10/1), salah satu faktor utama keengganan mengikuti seleksi calon kepala sekolah (cakep) adalah karena pembiayaannya tidak ditanggung pemerintah alias biaya mandiri.

Catat ! biaya mandiri. Penulis pernah bertemu dengan seorang kepala SDN yang kini sudah pensiun dari PNS. Sang kepsek sebelum pensiun memilih mengundurkan diri dari jabatan yang semula dianggap sebuah prestise, jabatan Kepala Sekolah.

Awal menjadi Kepsek dirinya sempat merasakan sebuah kehormatan yang luar biasa baik dilingkungan kerjanya maupun dilingkungan kehidupan bertetangga. Sebab, sebutan dirinya biasa dipanggil pak guru seketika berubah menjadi pak kepsek.

Menurut pak Kepsek (mantan-red), pada zamannya ikut seleksi cakep belum ada bantuan biaya dari pemerintah, artinya semua biaya sejak dari pendaftaran hingga kelulusan, diklat dan pelantikan dan lain sebagainya ditanggung oleh yang bersangkutan dan bisa menghabiskan biaya sekitar Rp.25 juta sampai Rp.30 juta-an.

Makanya waktu itu banyak teman-temannya sesama guru yang tidak punya biaya enggan mengikuti test seleksi cakep.

Lantas apa penyebab, kok sampai mengundurkan diri dari jabatan kepala sekolah ?

“Rujit pak. Selalu jadi ujung tombok, meunang gengsi doang,”katanya sambil tersenyum kecut. Dia tersenyum kecut, penulis malah mengernyitkan dahi ada istilah ujung tombok, bukan ujung tombak sebagaimana kata familiar sering terdengar.

Sekolah Dasar Negeri itu, kata sang mantan kepsek, banyak pengeluaran yang tidak jelas peruntukannya dan sulit dipertanggunjawabkan. Itu yang disebut ujung tombok.

Baca Juga :  Ritual Perayaan Idul Fitri 1443 H Kembali Normal dengan Sejumlah Catatan dan Imbauan Pemerintah

Kata dia, bendahara sekolah harus mencari celah menutupi anggaran yang tak jelas tadi agar uang yang telah dikeluarkan bisa di bukukan jadi laporan resmi. Apalagi kalua ada instruksi datangnya mengatas namakan pejabat dari Dinas Pendidikan Kabupaten, mana ada kepsek yang berani membantah atau bertanya langsung ke Kepala Dinas Pendidikan benar atau tidak perintah utusan itu.

Beda kisah dengan Kepsek SD Negeri yang baru menjabat beberapa tahun belakangan, dia bilang begini, dirinya ketika mengikuti seleksi masih biaya mandiri. Tahun lalu, katanya ada bantuan pembiayaan dari pemerintah daerah.

Seharusnya, kata dia, pemerintah pusat yang membiayai pendidikan calon kepala sekolah bukan diserahkan kepada pemerintah daerah. Iya kalo daerah itu punya kemampuan keuangan, kalau tidak?

Pak Kepsek yang masih menjabat ini berharap menteri pendidikan mengetahui persoalan didaerah. Menurut analisanya, kemungkinan salah satu faktor penyebab sekarang krisis calon kepala sekolah di Kabupaten Purwakarta Istimewa ini yaitu kuota yang kecil karena kemampuan anggaran pemerintah daerah sementara yang pensiun jumlahnya setiap tahun semakin banyak.

Atau bisa juga ke-enggan-an para guru mengikuti seleksi calon kepala sekolah karena tingginya biaya tak resmi dibandingkan yang resmi. Istilah mereka sudah keluar uang banyak eh…malah tidak “diluluskan” ditahap penentuan akhir. Menyakitkan !

Ada benernya juga kata mantan Kepsek diatas. Bisa jadi salah satu faktor belakangan krisis stock kepala sekolah di tingkatan SD Negeri, karena salah satu persyaratannya bisa menguras kocek. Tapi tetap tidak lulus. Rujit ! (**/Muh. Ichsan)