Penurunan Kepuasan Publik, Indonesia Terkatagori Negara dengan Demokrasi yang Buruk

Nasional

BALI (RNSI/SMSI) – Indonesia terkatagori negara dengan demokrasi yang buruk.

Hal ini dikatakan Presiden Republika Indonesia, Joko Widodo, setelah dirinya mendapatkan Laporan Indeks Demokrasi 2020 yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU).

Dari laporan tersebut, Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dengan nilai 6.3.

Peringkat Indonesia masih tetap sama dengan tahun lalu, meski nilai tersebut menurun dari sebelumnya dengan raihan poin 6.48.

Selama 14 tahun terakhir, nilai itu merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia.

Untuk itu, Presiden Joko Widodo mengingatkan jajarannya atas penurunan kepuasan publik terhadap penegakan hukum, termasuk dengan kebebasan berpendapat.

“Hati-hati, terkait dengan kepuasan publik terhadap bidang hukum, untuk diketahui, pada 2019-2020 naik. Tapi masuk 2021 turun sedikit,” tegas Presiden, yang dilansir surabaya.net, Jumat, 3 Desember 2021, di Bali.

Penyampaian hal tersebut dilakukan saat pengarahan Presiden kepada Kepala Kesatuan Wilayah tahun 2021, di Kabupaten Badung, Bali.

“Penegakan hukum harus tanpa pandang bulu. Ini dilihat masyarakat loh. Masyarakat itu menilai dan persepsi kepuasan publik itu tercermin dalam setiap survei,” ucap Presiden.

Artinya, dirinya sering menyampaikan jika ketegasan harus ‘gigit’ siapapun yang terbukti lakukan tindak kejahatan pada negara juga masyarakat.

“Karena ini persepsi lagi, dilihat oleh masyarakat, sekali lagi ini persepsi. Sedikit-sedikit ditangkap, oleh sebab itu pendekatan harus persuasif dan dialogis. Persuasif dan dialogis,” kata Presiden.

Ia juga menyebutkan, salah satu contohnya penghapusan mural yang mengkritik dirinya beberapa waktu lalu.

“Contoh kecil-kecil saja, mural dihapus. Saya tahu, tidak mungkin perintahnya Kapolri. Perintah Kapolda juga tidak mungkin. Kapolres juga mungkin enggak mungkin. Itu sebetulnya urusan di Polsek yang saya cek di lapangan. Tapi nyatanya dihapus. Oleh sebab itu beritahu Kapolsek-Kapolsek itu urusan kecil,” ujar Presiden.

Baca Juga :  Ketua Umum SMSI Dukung Kapolri Utamakan Langkah Restorative Justice 

Melansir dari Antara, sebelumnya ada mural pada dinding terowongan inspeksi Tol Kunciran-Bandara Soekarno Hatta di Batuceper, Kota Tangerang, Banten yang dihapus.

“Saya datang ke sebuah daerah ada mural dihapus, ramai, wah Presiden yo urusan? Urusan mural, oh urusan mural saja ngapain sih? Wong saya dihina, saya dimaki-maki, difitnah udah biasa,. Ada mural saja takut. Ngapain?” ujanya.

Presiden Jokowi meminta agar aparat dapat membedakan kritik yang membangun dan kritik yang mengganggu ketertiban umum.

“Baca ini hati-hati. Ini kebebasan berpendapat, tapi kalau menyebabkan ketertiban masyarakat di daerah menjadi terganggu, itu beda soal. Sehingga, saya mengapresiasi di balik Kapolri membuat lomba mural dan saya kira hasilnya positif,” terang Presiden.

Jokowi juga meminta agar di alam demokrasi, pemerintah tetap harus menghormati kebebasan berpendapat dan menyerap aspirasinya.

“Tapi, ketegasan itu juga jangan hilang dari Polri. Kewibawaan juga jangan hilang dari Polri.

Saya kadang-kadang sudah lama sekali ingin menyampaikan ada kapolda baru, ada kapolres baru, malah datang kepada sesepuhnya ormas yang sering membuat keributan. Benar ini?

Saya tanya ke Kapolres, kenapa Bapak melakukan ini? Supaya kotanya kondusif. Tapi apakah cara itu betul?

Hati-hati jangan menggadaikan kewibawaan dengan sowan kepada pelanggar hukum.

Banyak ini saya lihat. saudara-saudara harus memiliki kewibawaan. Polri harus memiliki kewibawaan,” tegas Presiden. (surabaya.net/Ika Suryani Syarief/ant/wld/den/red)