KPPP Kecam Proyek Jembatan Gantung Sidomulyo, Program Megaproyek Sarat Korupsi

Lampung Utara

LAMPUNG UTARA (RNSI) – Proyek Jembatan Gantung Sidomulyo di Desa Tanjungbaru, Kecamatan Bukitkemuning, Lampung Utara, milik Balai Besar BPJN Provinsi Lampung yang diduga dikerjakan asal-asalan oleh oknum pemborong CV Sinar Perkasa, tuai kecaman elemen masyarakat kabupaten setempat.

Ketua LSM KPPP, Nasril Subandi, mengecam keras perilaku oknum kontraktor yang diduga mengerjakan proyek secara amburadul dan tak memperhatikan kualitas bangunan yang bakal membahayakan masyarakat desa setempat terutama pengendara saat melintas di atas jembatan.

Menurut dia, program mega proyek itu sarat dengan indikasi korupsi untuk memperkaya diri dengan mengabaikan keselamatan masyarakat.

Jembatan gantung permanen yang didambakan oleh masyarakat disana kini tinggal angan-angan.

Alih-alih mendapatkan pemerataan pembangunan, warga malah ketiban masalah. Mulai dari kerugian kehilangan sejumlah lahan, sampai kerusakan tanaman perkebunan (kopi) akibat pembuangan limbah material (tanah) pembukaan badan jalan.

“Masyarakat diiming-imingi agar mau menghibahkan lahannya, namun realisasinya dilapangan malah mengecewakan. Jangankan mau mendapatkan sejumlah rezeki dari pembangunan infrastruktur jembatan, yang ada malah kerugian bertubi-tubi yang dirasakan warga desa. Ditambah lagi kondisi bangunan yang tidak sesuai harapan warga, terkesan dibuat asal-asalan demi meraup keuntungan besar bagi pemborongnya,” kata Bang Nas, sapaan akrabnya, kepada wartawan media ini, Selasa, 19 Maret 2024.

Dirinya juga menyayangkan kondisi bangunan yang menelan anggaran hingga Rp5,6 miliar lebih itu hingga berakhirnya masa kontrak tak kunjung rampung, namun pihak BPJN Provinsi Lampung seakan tutup mata dan mengamini pekerjaan oknum kontraktor yang asal-asalan.

“Pekerjaan jembatan gantung itu nyata-nyata belum selesai dilapangan, tapi kenapa diterima pekerjaannya? Apakah ada permainan atau kedip mata antara oknum pemborong dan oknum PPK dan tim PHO?jangan karena ngejar waktu pencairan akhir tahun, masyarakat yang dijadikan korban,” tegasnya.

Baca Juga :  Kasi Humas Polres Lampura Laksanakan Binluh di Satuan Pendidikan, Cegah Kenakalan Remaja

Sepatutnya, sambung dia, pihak BPJN Provinsi Lampung saat akhir tahun anggaran jika ingin menyelesaikan kegiatan, seharusnya mengambil langkah untuk melakukan opname prestasi kegiatan, bukan malah laporan prestasi dibuat seratus persen agar serah terima bisa dilakukan dan dicairkan termin pembayarannya.

“Kalau bicara aturan, saya kira pihak BPJN Provinsi Lampung lebih mengerti tentang tertib administrasi dan penilaian terhadap kualitas bangunan. Seharusnya pihak BPJN Provinsi Lampung melalui tim serah terima dan PPK serta PPTK melakukan opname prestasi pekerjaan. Kalau dilapangan baru 70 persen, bayarkan saja senilai itu, jangan dibuat 100 persen. Putus dulu kontraknya, kalau mau dilanjutkan, nanti diawal tahun dibuatkan kontrak ulang untuk melanjutkan kegiatan. Kalau addendum waktu, dipandang kurang efektif, sebab kalau pemborong sudah terima uang, ya begini jadinya. Dan ingat, addendum waktu itu ada denda yang harus dibayarkan oleh oknum pemborong,” bebernya.

Pria berkumis itu juga meminta APH untuk jeli melihat pekerjaan tersebut. Penegak hukum diminta bekerja ekstra dan memfokuskan pada skandal proyek milik BPJN yang dikerjakan oleh perusahaan sekaliber komanditer lokal yang ditunjuk melalui E-katalog yang diduga ada lobi-lobi untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Ditambah lagi dengan kualitas pekerjaan yang dinilai tidak sesuai spesifikasi teknis serta mengabaikan keselamatan masyarakat pengguna jembatan gantung.

“Saya meminta APH untuk memeriksa pekerjaan jembatan gantung dengan nilai fantastis itu, Rp5,6 miliar yang tidak sesuai pengharapan masyarakat disana, serta diperparah dengan kondisi pekerjaan yang tak kunjung rampung, meski pekerjaan sudah diserahterimakan oleh tim PHO dengan dalih addendum Kontrak,” tandasnya. (*/tim/red)