LAMPUNG UTARA (RNSI/SMSI) – Sejumlah penawaran kerjasama (MoU) pihak perusahaan media yang mendapatkan penolakan dari Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten (Kab) Lampung Utara (Lampura) menuai beragam polemik dan spekulasi.
Dalam penolakan Diskominfo Lampura tersebut menyebutkan berkas pengajuan MoU media tidak dilengkapi dengan salinan surat SIUP, SITU, TDP, dan sejenisnya.
Sementara, pemerintah telah menerbitkan Perpres RI No. 91 tahun 2017, tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Hal itu guna melakukan penyederhanaan regulasi dan mempermudah birokrasi perijinan berusaha melalui sistem pengelolaan perijinan terpadu secara elektronik atau yang disebut dengan Online Single Submission (OSS).
Sedangkan, dengan terbitnya Perpres ini jika ingin mengajukan ijin berusaha sudah tidak diperlukan lagi sejumlah surat seperti SIUP, SITU, TDP, dan lain-lain. Semua terintegrasi dalam satu salinan ijin, yaitu NIB (Nomor Induk Berusaha).
Perihal adanya persoalan tersebut, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) kabupaten setempat, Ardiansyah, menyampaikan ada kejanggalan mekanisme dan sistem verifikasi pemberkasan administrasi yang dilakukan Diskominfo Lampura.
“Ya, memang terlihat ada kejanggalan dalam penetapan MoU antara Diskominfo Lampura, atas nama Pemkab setempat, dengan sejumlah media yang dinyatakan lolos verifikasi administrasi. Ada beberapa media yang notabene tidak eksis dan tidak total dalam menjalankan tugas jurnalistiknya di Lampura akan tetapi bisa menjalin kemitraan dengan pemerintah,” ujar Ardiansyah, saat dikonfirmasi via telepon, Rabu, 21 April 2021.
Dirinya juga menyatakan sejumlah media yang dinyatakan berhak menjalin MoU dengan Pemkab Lampura melalui Diskominfo, terkesan hanya menuntaskan jalinan kerjasama semata tanpa menjalankan tugas jurnalistik dengan serius dalam menyikapi berbagai peristiwa dan perkembangan di Kabupaten Lampung Utara.
“Dengan kata lain, beberapa media yang coba saya telusuri jejjak digitalnya hanya menerbitkan berita-berita hasil realese dari Kominfo. Tak nampak berita-berita hasil dari kerja jurnalistik yang didapat secara bersentuhan langsung dengan objek pemberitaan ataupun peristiwa-peristiwa tertentu yang memberikan edukasi, imformasi aktual, maupun kontrol sosial di masyarakat,” urainya.
Ardiansyah juga mengkhawatirkan media-media tersebut hanya bermaksud mengeruk pundi-pundi keuangan di Lampura tanpa adanya keterwakilan atau biro.
“Jika benar apa yang saya khawatirkan ini, tentu sangat merugikan semua pihak. Dan dapat berdampak munculnya stigma negatif publik terhadap elektabilitas kinerja wartawan di Lampura,” tegasnya.
Ia juga menyesalkan atas adanya sejunlah media yang diketahui dari masa ke masa telah memiliki brand bahkan menjadi salah satu media papan atas atau media mainstream (arus utama) dinyatakan tidak memiliki kelengkapan administrasi.
“Sebagai contoh, media Teras Lampung. Sepengetahuan saya media ini memiliki punggawa-punggawa yang bertahun-tahun tidak diragukan kredibilitasnya dalam dunia jurnalistik. Lantas dinyatakan tidak layak untuk menjalin kemitraan dengan Pemkab melalui Kominfo. Tentu ini hal yang aneh. Sangat dimungkinkan, jajaran Kominfo Lampura hanya bertugas menerima berkas di balik meja, sambil duduk santai minum kopi ataupun softdrink, ngerumpi, menawarkan dagangan pribadi, dengan dilengkapi sejumlah catatan peraturan usang tanpa melakukan crosscheck lebih jauh,” terangnya.
Selain itu, tambahnya, ada media lokal yang telah terverifikasi administrasi Dewan Pers juga tidak menjadi rujukan pihak Diskominfo.
“Ada media lokal yang saya pandang sangat eksis bahkan dapat dinyatakan sebagai asetnya daerah, yakni media Gerbang Sumatera88 juga dianggap tidak memenuhi syarat alias tidak lengkap legalitasnya karena persoalan tidak ada SIUP, SITU. Sedangkan saya lihat di data Dewan Pers media Gerbang Sumatera 88 sudah terverifikasi administrasi. Artinya Kominfo Lampung Utara tidak paham dalam verifikasi legalitas media,” sesalnya.
“Saya minta kepada Kominfo untuk menghadirkan media dan biro-biro yang dinyatakan lolos verifikasi untuk duduk bersama untuk buka legalitas medianya secara transparan,” terang ketua SMSI itu.
Selain itu, Ardiansyah juga meminta Bupati Lampung Utara agar mengevaluasi kinerja orang-orang Kominfo yang membidangi hal itu, karena dinilai tidak paham dalam melakukan pendataan media.
“Jadi kami minta Bupati untuk segera menempatkan kepala Dinas Kominfo definitif dengan orang yang tepat, jangan orang yang tidak paham media ditempatkan disitu. Agar tidak terjadi kegaduhan terus yang akan terjadi,” tutupnya.
Sementara, Kepala Bidang Infokom Defriyadi saat dikonfirmasi mengatakan, berkaitan dengan media yang ditolak di Kominfo pihaknya akan mempelajari. “Ya nanti akan kita pelajari apalagi kalau media yang sudah terverifikasi di Dewan Pers artinya disana sudah lengkap,” ungkapnya. (febry/red)