Terkait Kasus Match-Fixing, Dua Atlet Bulutangkis Indonesia Banding

Olahraga

Jakarta (RNSI-SMSI)-Dua atlet pebulutangkis Indonesia, Agripinna Prima Rahmanto Putra dan Mia Mawarti, yang belum lama ini tersandung kasus pengaturan hasil pertandingan (match-fixing) ajukan banding pada Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) atas putusan hukuman yang dijatuhkan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF).

Seperti diberitakan antaranews.com, Senin, 11 Januari 2021, pada kunjungannya ke Pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur, Agripinna dan Mia memutuskan untuk mengajukan banding ke CAS di Swiss sebab merasa tidak melakukan rekayasa hasil pertandingan alias berjudi seperti yang telah dituding pada keduanya.

“Kesalahan saya adalah karena tidak melaporkan terjadinya perjudian tersebut ke BWF. Namun sebagai pemain, saya pun tidak mengetahui kalau tidak melapor itu adalah melanggar Etik BWF. Saya pun tidak tahu harus melapor ke siapa, yang saya tahu, pelanggaran Etik BWF itu hanya soal perjudian saja,” tutur Agripinna dalam laman resmi Badminton Indonesia, yang dilansir melalui antaranews.com, Senin, 11 Januari 2021.

Agripinna yang dihukum larangan bertanding enam tahun dan denda 3.000 dolar AS mengaku hanyalah korban. Pasalnya, dia tidak pernah merasa melakukan pengaturan skor saat bertanding di Vietnam Open 2017 seperti yang dituduhkan.

Bahwa dia bertaruh dengan Hendra Tandjaya pun, menurutnya, tidak benar. Dia hanya akan menraktir Hendra makan di restoran cepat saji apabila Dionysius Hayom Rumbaka yang dijagokannya memenangi pertandingan melawan Hashiru Shimono asal Jepang yang saat itu tengah bertanding. Namun, pilihan Agri tersebut justru dimasukkan ke rekening perjudian online milik Hendra.

Dalam hal kasus Mia, dirinya dituduh telah menyetujui dan menerima uang sebesar Rp10 juta dari hasil perjudian, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF, dan tidak hadir dalam wawancara atau undangan investigasi oleh BWF.

Baca Juga :  Nerazurri Pupuskan Fiorentina dari Piala Italia 

Atas kesalahannya itu, Mia dihukum 10 tahun serta denda 10.000 dolar AS.

“Terhadap hukuman itu, saya mengajukan banding agar Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF,” ujar Mia yang kini membela klub Semen Baturaja, Palembang.

Pemain berusia 24 tahun ini mengaku bahwa uang hasil kesepakatan dengan Hendra tersebut merupakan uang saku untuk dirinya selama mengikuti kejuaraan. Mia juga tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari hasil perjudian yang dilakukan oleh Hendra.

“Lalu dalam hal tuduhan saya menyetujui retired di New Zealand Open 2017 pada partai ganda putri, juga sama sekali tidak benar. Bahkan saya berdebat dengan Hendra di tengah lapangan. Saya tidak mau retired tapi Hendra sebagai ofisial meminta ke wasit agar pertandingan dihentikan dengan menyebut saya tidak mungkin melanjutkan pertandingan karena cedera. Padahal saya tidak cedera,” tutur Mia.

Dilain pihak, Wakil Sekretaris Jenderal PP PBSI, Eddy Sukarno, menyatakan, PBSI siap membantu dan mendampingi ajukan banding atas kasus yang menimpa atlet bulutangkis Indonesia.

“Karena mereka masih sebagai warga PBSI, maka ketika mereka meminta bantuan dan perlindungan, tentu kita bantu dan dampingi,” kata Eddy.

Eddy juga menyampaikan, memori banding yang telah ditandatangani pemain pun akan segera dikirim.

Sementara itu, Putri Sekartaji yang juga ikut melakukan pertemuan dengan PP PBSI menyatakan tidak akan mengajukan banding dan menerima sanksi yang dijatuhkan BWF, yakni 12 tahun skorsing dan denda 12.000 dolar AS. (Antaranews.com/red)