SMSI Pusat Bentuk LKBH, Diskusi SMSI Lingkar Merdeka : Wartawan Hindari Aktif Secara Personal dalam Bermedsos agar Terhindar Dalam Pusaran Dua Kekuatan Ideologis

Nasional

JAKARTA (RNSI/SMSI) – Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) yang dibentuk Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Firdaus, dipandang langkah tepat di tengah maraknya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang kerap terjadi di jagad media sosial (medsos).

Diketahui, LKBH bentukan SMSI ini akan melayani pendampingan SMSI beserta anggotanya, wartawan, dan sumber berita media-media milik anggota SMSI yang dipersoalkan secara hukum.

Hal ini dikemukakan dalam diskusi hukum membahas pentingnya LKBH SMSI.

Kegiatan tersebut diselenggarakan dalam Forum Diskusi SMSI Lingkar Merdeka, pada Selasa kemarin, 5 Januari 2022, di Kantor SMSI Pusat Jalan Veteran II/7c, Jakarta Pusat.

Peserta Diskusi Lingkar Merdeka yang diprakarsai SMSI Pusat. Foto : smsi.dok.

“Kehadiran LKBH SMSI ini sangat penting guna membantu rekan-rekan yang tersandung persoalan hukum,” ucap Firdaus mengawali diskusi tersebut.

Karena urgensinya, lanjutnya, LKBH ini strukturnya langsung berkoordinasi dengan Ketua Umum SMSI.

Pada kesempatan itu, Henry Subiakto memaparkan pentingnya LKBH di era media digital dan maraknya media sosial.

Ia menyampaikan, pada tahun 2020, ada 10 wartawan terjerat undang-undang ITE.

Kemudian, pada 2021, ada 15 wartawan tersangkut pelanggaran kasus ITE.

“Sejumlah wartawan itu umumnya bermain di medsos. Wartawan perlu menghindari aktif secara individual dalam media sosial agar tidak masuk dalam pusaran tarik-menarik dua kekuatan ideologis,” kata Henry.

Kalau pekerjaan mereka sebagai wartawan di media pers tidak ada masalah.

“Terutama yang sudah terverifikasi Dewan Pers. Tidak terkena undang-undang ITE, karena ada undang-undangnya sendiri, yaitu Undang-undang Pers 40/1999,” tambah Henry.

Kalaupun mereka (wartawan) melanggar kode etik, lanjutnya, kemudian ada pengaduan oleh pihak yang dirugikan, pengaduan itu disampaikan kepada Dewan Pers untuk dimediasi.

“Sengketa pers tidak boleh langsung dilaporkan kepada polisi karena ada MoU antara Dewan Pers dan pihak kepolisian,” tegasnya.

Baca Juga :  Perkara Korupsi, Kajagung Perintahkan Kajari dan Kajati Percepat Proses Penanganan

Selain itu, ada surat edaran Mahkamah Agung yang menyebut perlunya saksi ahli pers kalau ada sengketa pers sampai masuk ke pengadilan.

“Meski demikian, wartawan harus menaati kode etik jurnalistik dan undang-undang pers,” pesannya.

Sementara itu, Dr, Taufiqurokhman menekankan pentingnya LKBH dalam lembaga organisasi pers, seperti SMSI, didukung semua pihak.

Hal ini penting guna menghadapi banyak hal  menyangkut perlindungan hukum, terutama pembelaan terhadap yang lemah.

“Keberadaan LKBH sangat penting di tengah-tengah masyarakat, mengingat prinsip persamaan di depan hukum.

Apalagi sebagian besar anggota masyarakat kita masih hidup di bawah garis kemiskinan dan minimnya pengetahuan hukum masyarakat.

LKBH harus lebih aktif dalam membantu masyarakat,” kata Taufiqurokhman.

Dua advokat yang hadir sebagai pembicara, yakni Silvi S Haiz dan Usman HP, menjelaskan teknis dan persyaratan yang ditempuh insan pers ketika mengajukan permohonan bantuan kepada LKBH.

“Semua ada mekanismenya, bahkan kalau mau gratis pun bisa. Dengan mengurus surat kemiskinan terlebih dulu. Masyarakat akan dibebaskan dari biaya,” tutur Usman HP.

Untuk memperoleh keterangan semua itu, masyarakat dipersilakan mengunjungi kantor lembaga bantuan hukum untuk sekadar bertanya-tanya, atau konsultasi.

Silvi menekankan pentingnya layanan LKBH SMSI pada pendampingan kepada warga SMSI dan masyarakat.

“Kita melayani semuanya,” kata Silvi.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) SMSI, Mohammad Nasir, dalam pengantar diskusinya menyatakan prihatin ketika demokrasi sedang semarak, justru terjadi tekanan dan ketegangan dimana-mana.

Pelaksanaan demokrasi yang berlebihan sehingga jatuh pada pelanggaran hak asasi manusia.

Bahkan di ruang publik media sosial, sering terjadi bullying terhadap ucapan orang yang tidak disukai.

“Kebenaran tidak dijadikan perhatian utama di ruang public media sosial, tetapi mendasarkan pada suka dan tidak suka terhadap siapa yang bicara,” terang Mohammad Nasir.

Baca Juga :  Sasar Generasi Milenial, BPIP Manfaatkan Aplikasi Medsos Tanamkan Nilai Ideologi Pancasila

Ia juga menyampaikan, siapa yang kuat, merekalah yang menang.

“Ini seperti zaman barbar ketika belum ada hukum. Di sinilah LKBH dibutuhkan untuk menjaga jangan sampai terjadi pelanggaran hak asasi manusia,” kata Nasir.

Hadir sebagai pembicara Prof. Dr. Drs. Henry Subiakto, SH, MA., (Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika RI); Dr. Taufiqurokhman, M.Si., (Dekan FISIP Universitas Prof Dr Moestopo; Usman HP, SH, MH (advokat); dan Silvi Shovawi Haiz, SH, MH  (advokat).

Diskusi yang berlangsung hybrid- online dan offline itu dipandu moderator Ketua Bidang Luar Negeri SMSI Pusat, Aat Surya Safaat, dengan dihadiri anggota SMSI di seluruh Tanahair. (SMSI/red)