SELAGI BIDUK BELUM LAPUK

Opini & Puisi

Karya : INGGIT PUTRIA MARGA

seperti deret ranjang di kamar kelas tiga sebuah rumah sakit biduk-biduk berjajar di sebentang air berwarna mendung. serupa pasien dan pembesuk, di salah satu biduk, empat lelaki duduk:
tiga bercakap khusuk, satu terus terbatuk. elang dan camar tak ada di sana, sebagaimana awan atau langit tak disebut dalam percakapan mereka. yang berkali terbilang dalam bincang
adalah berapa keranjang ikan mesti ditangkap, berapa harga mesti diungkap agar fajar nanti pesta pelelangan meriah selaras harap. sementara, di garis batas langit dan laut, matahari menggali liang kuburnya.

bintang-bintang teruntai dalam rasi dan matahari telah mati suri saat satu dari empat lelaki panahkan pandang ke tengah lautan. lidah angin malam menjilat matanya ketika tatapan lelaki itu tertumpu di nanar mata mercusuar. bagai beri aba-aba ia lambaikan tangan. dua lelaki lain berdiri, bebaskan jangkar perahu dari cengkraman tepi dermaga penuh batu. yang batuk tetap duduk dalam biduk, menjaga gelas angan agar tak pecah oleh kantuk.

seputih asap dari mulut meriam yang pernah ada di dermaga ini garis-garis buih hadir lalu berakhir saat perahu mulai bergerak membawa empat nelayan yang mengangan ikan

di laut bercorak minyak.

 

Tentang Penyair :

*) Inggit Putria Marga, penyair, lahir di Tanjungkarang, Lampung, pada 25 Agustus 1981. Menamatkan pendidikan S1 Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2005). Dua buku puisinya yaitu, yaitu Penyeret Babi (2010) dan Empedu Tanah (2019) berhasil meraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2020 dan diterbitkan ulang oleh Gramedia Pustaka Utama. Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis dan termuat dalam Jentayu edition: Hors-serie numero 3. Sedangkan puisi-puisinya dialihbahasakan ke dalam bahasa inggris dan termuat di Stand Magazine volume 12 (Inggris Raya). Ia pernah mengikuti sejumlah festival sastra, antara lain International Literary Biennale 2005 dan 2009 di Jakarta, Ubud Writers and Readers Festival di Bali, 2009, Cakrawala Sastra Indonesia yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta, 2005, dan Festival Puisi Antara Bangsa di Pangkor, Malaysia. Puisi-puisi di Sajak Kofe menjadi bagian dalam menyambut Festival Bahasa dan Sastra Media Indonesia 2021. Kini, dia berdomisili dan berkegiatan di Bandarlampung.

Baca Juga :  RINDU EMAK