PKBM, Ijasah Penyetaraan ‘Abal-Abal’ vs Supremasi Hukum : Tidak Ada ‘Win-Win Solution’ untuk Perilaku Curang

Opini & Puisi

Ditulis oleh : Ardiansyah

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) beberapa hari belakangan menjadi sorotan publik.

PKBM sejatinya memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan dan legalitas hasil akhir dari capaian pendidikan.

Namun sebaliknya, keberadaan PKBM justru diduga menjadi lahan subur serta bahan bancaan sejumlah oknum yang hendak meraup keuntungan pribadi.

Sebagai contoh, di Lampung Utara saat pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak 2021, beberapa waktu lalu, ijasah Paket B dan Paket C menjadi salah satu persyaratan kelengkapan administrasi yang harus dipenuhi oleh calon kepala desa (Cakades).

Yang menjadi persoalan, ketika panitia pelaksana Pilkades di tiap tingkatan tidak menjalin koordinasi serta komunikasi yang sinergis, maka hasil akhirnya dapat dikatakan menjadi suatu produk gagal.

Saling lempar tanggungjawab dengan beragam alibi pun merebak. Menjadi opini dan spekulasi publik.

Ujung-ujungnya framing media massa pun bermain.

Idealnya tentu tidak demikian.

Artinya, panitia Pilkades di tingkatan desa dengan dibantu panitia Pilkades di tingkatan kecamatan, sebelumnya, telah dibekali jurus-jurus jitu melalui Bimbingan Teknis (Bimtek) yang dilaksanakan oleh orang-orang kompeten di bidangnya dalam tingkatan panitia kabupaten.

Dalam hal Bimtek, salah satu point interest materinya tentu terkait tatacara verifikasi kelengkapan administrasi.

Verifikasi artinya bukan hanya dinyatakan lengkap dalam bentuk fisik saja, namun juga terkait keabsahan dan/atau legalitas seluruh kelengkapan administrasi milik para calon kades.

Dan verifikasi merupakan suatu proses mencari kebenaran, keakuratan, serta kevalidan data.

Dan dalam satu kasus ditemukan fakta, salah satu kepala desa terpilih saat pelaksanaan Pilkades Serentak 2021 Kabupaten Lampung Utara, diduga mengantongi ijasah yang bukan miliknya.

Meski demikian, hal ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.

Baca Juga :  Cuma Dia, yang Lain Kemana?

Dikhawatirkan, ini ibarat fenomena gunung es. Tampak kecil di permukaan, namun sangat luas dan besar di dasarnya.

Lalu, bagaimana langkah strategis, kebijakan, juga upaya hukum yang bisa memberikan ‘win-win solution’?

Tidak ada. Tidak ada ‘win-win solution’ dalam perilaku curang yang memberikan dampak negatif berkepanjangan.

Supremasi hukum, dalam persoalan ini, di atas segalanya. ‘Hukum harus menjadi Panglima’.

Jika saat pesta demokrasi itu berlangsung, analogi yang akrab didengar masyarakat ‘Uang adalah Panglima’, maka dalam persoalan ini, Hukum-lah yang menjadi Panglima.

Harus ada efek jera dalam putusan akhir persoalan ini.

Apalagi tidak lama lagi akan dilaksanakan pemilihan legislatif, yang bukan tidak mungkin para kontestan juga membutuhkan kelengkapan administrasi yang sama seperti yang sudah diuraikan sebelumnya.

Dari salah satu media massa lokal yang saya baca, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Utara, Drs. Mat Soleh, M.Pd., menyatakan, PKBM untuk sementara waktu dihentikan operasional kegiatannya.

Tentu ini merupakan kebijakan yang tepat, lugas, dan tegas.

Kebijakan tegas yang diambil Kadisdikbud Lampura ini juga hendaknya disertai kebijakan dan keputusan yang tegas oleh aparatur penegak hukum.

Selain itu, Pemkab Lampura dipandang perlu untuk membentuk tim investigasi independen untuk memutus matarantai mafia ijasah Paket B dan/atau Paket C.

Dan perlu juga dihindari, stigma negatif kepala desa yang mengantongi ijasah Paket B dan/atau Paket C dinyatakan sebagai ‘Kades Produk Gagal’. (*)

Catatan redaksi : penulis adalah wartawan dan Ketua SMSI Lampung Utara.