Peran Penting Teknologi Atasi Persoalan Limbah Makanan

Opini & Puisi

Ditulis oleh : Djoko Subinarto (*)

Teknologi artificial intelligence [AI], machine learning [ML], maupun robotika dapat dimanfaatkan untuk mengurangi masalah limbah makanan. Hal yang selama ini turut berkontribusi pada persoalan gas rumah kaca dan berimbas pada pemanasan global.

Selama ini, sebagian besar sampah makanan yang kita hasilkan berakhir di tempat pembuangan. Ternyata, persoalan ini belum berakhir.

Sampah makanan di tempat pembuangan yang mengalami pembusukan, menghasilkan emisi metana [CH4], yang notabene 21 kali lebih kuat dari karbondioksida [CO2] sebagai penyebab terjadinya gas rumah kaca.

Ironinya, setiap hari, kita terus menghasilkan limbah makanan. Sekitar 1,3 miliar makanan atau sepertiga dari semua makanan dunia yang diproduksi, terbuang sia-sia setiap tahunnya.

Data Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB] menunjukkan, setiap kita, rata-rata membuang sekitar 74 kilogram makanan setiap tahun. Sementara, dua miliar orang di dunia saat ini menderita kelaparan atau kekurangan gizi.

PBB memasukkan target mengurangi setengah limbah makanan global pada 2030 dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, sebagai upaya mengakhiri masalah kelaparan global.

Dari hotel ke pertanian

Sejauh ini, ada puluhan perusahaan rintisan [startup] yang menawarkan solusi mengatasi limbah makanan.

Orbisk, misalnya, yang mengembangkan sistem pengelolaan sampah makanan berbasis AI untuk sektor perhotelan.

Seperti diketahui, industri perhotelan menghasilkan sekitar 150 juta kilogram sampah makanan per tahun.

Atau, menyumbang sekitar 15 persen produksi sampah makanan global.

Sistem pengelolaan plug-and-play yang dikembangkan Orbisk, mendeteksi dan mengidentifikasi makanan yang dibuang, lalu menganalisa guna mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah pemborosan.

Dengan perencanaan dan penyesuaian porsi makanan, efisiensi tatakelola makanan hotel dapat dilakukan.

Startup lain adalah Wasteless. Perusahaan ini berfokus pada pengurangan sampah makanan di industri ritel hingga 50 persen, serta dapat meningkatkan pendapatan melalui penurunan harga.

Baca Juga :  MALAM TADARUS

Di sektor pertanian, Gamaya menawarkan solusi satu atap untuk produksi tanaman berkelanjutan, menggunakan metode penginderaan jarak jauh dan AI.

Hal ini dapat menguntungkan petani dan para pebisnis dalam hal efisiensi produksi dan mengurangi pemborosan.

Perusahaan rintisan berbasis di Swiss ini memanfaatkan drone, pola RGB, dan kamera hiperspektral, yang mendeteksi perubahan air, pupuk, hama, serta hasil panen.

Algoritme AI kemudian menganalisis potensi ancaman terkait tanaman atau pemborosan benih dengan memberi notifikasi peringatan kepada petani atau pemilik pertanian.

Dengan teknologi yang diusungnya, Gamaya dapat mengurangi potensi terjadinya sampah makanan di sektor pertanian.

Masih terkait sektor pertanian, perusahaan rintisan bernama 77Lab memilih fokus di pertanian tebu dan buah.

Startup yang mendapat dukungan dari Massachusetts Institute of Technology [MIT] ini, menggunakan sensor canggih dan sistem robotika untuk meningkatkan produktivitas keseluruhan serta memulihkan hasil produksi per hektar.

Dengan begitu, pemborosan tanaman dapat dikurangi yang tentunya dapat mereduksi sampah makanan.

Secara khusus, 77Lab memanfaatkan sistem mekatronik, visi komputer, dan algoritma kontrol adaptif, bersama teknologi AI dan ML yang dapat menentukan tingkat kematangan buah.

Juga, dapat membedakan buah dari tanaman lain dengan lebih baik serta menangani buah saat proses panen dengan lebih hati-hati.

Untuk tanaman tebu, robot dapat mengidentifikasi dan membuang batang rusak, kemudian secara ajeg memilih batang tebu sehat, yang pada gilirannya ikut mengurangi sampah saat proses pemanenan.

Dari dalam negeri, ada DIOOLA dan REXIC, dua startup yang fokus pada pengurangan dan pendaurulangan sampah organik dari sampah makanan sisa di sepanjang rest area Jalan Tol Trans Sumatera [JTTS], dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan.

Kita berharap, semakin banyak startup berbasis teknologi yang menawarkan solusi mengatasi sampah makanan.

Baca Juga :  Sinovac, Ampuhkah Dirimu ? 

Persoalan global yang harus kita selesaikan, karena kita yang ciptakan.

Catatan Redaksi : *Djoko Subinarto, kolumnis dan bloger, tinggal di Bandung, Jawa Barat. Tulisan ini opini penulis dan dikutip dari laman Mongabay.co.id, Sabtu, 21 Mei 2022.

Untuk kepentingan informasi, redaksi tidak mengubah isi tulisan.

Rujukan penulis :

77lab. Tanpa tahun. Agricultural Robotics.

Bojana Trajkovska. 2019. Agtech Disruptors: 10 European Startups Innovating in Agricultural Technology.

Flora Southey. 2021. Food Waste Recognition Tech for Professional Kitchens Receives Investment Boost.

Jeffrey Stouthamer et al. 2022. Tackling Food Waste through AI-Technology.

Muawwan Daelami. 2021. Hutama Karya Gandeng Start-Up Kelola Sampah Organik di Rest Area Tol Trans Sumatera.

Weforum. 2021. Waste Less, Sell More — How One Startup is Using AI to Transform Food Retail.