Memberi Maaf Sangat Baik untuk Kesehatan Fisik dan Mental

Pendidikan & IPTEK

LAMPUNG UTARA (RNSI/SMSI) – Sebagai seorang manusia, kerap kali dalam menjalani kehidupan, kita menyimpan banyak amarah dan kebencian.

Esensinya, perasaan tersebut hanya menawarkan luka seumur hidup. Terlepas dari besarnya penderitaan yang bisa jadi dihadapi, bukanlah suatu hal kemustahilan untuk membiarkan rasa sakit ini pergi dengan cara memaafkan.

Pemaafan tidak hanya baik untuk jiwa, tetapi juga memiliki manfaat positif bagi kesehatan mental dan bahkan fisik kita (Luskin, 2003).

Menurut seorang penulis dan peneliti yang mempelajari kapasitas manusia untuk mendorong batas fisik dan mental, Dr. Jeremy Sutton, Ph.D., pernah menguraikan hasil penelitiannya secara ilmiah yang dilansir melalui laman PositivePsychology.com, soal psikologi memaafkan dan pentingnya belajar memaafkan bagi kesehatan fisik dan mental yang ia kutip melalui buku berjudul ‘Forgive for Good’ karya Dr. Frederic Luskin, Direktur Stanford University Forgiveness Project (2003). Dalam buku itu Luskin menjelaskan perjalanan pribadi dan akademisnya menuju pemaafan.

Ketika Luskin memulai penelitiannya, hanya ada sedikit penelitian di bidang pemaafan dan pengetahuan yang terbatas tentang cara-cara yang dapat membantu mereka yang paling menderita.

Dengan tidak adanya panduan yang jelas, Luskin memulai pekerjaannya dengan beberapa asumsi-asumsi yang belum teruji sebagai berikut ini.

1. Proses pemaafan tetap sama, terlepas dari pelanggarannya.

2. Pemaafan lebih tentang masa lalu kita daripada kehidupan kita saat ini.

3. Pemaafan harus tentang semua keluhan – besar dan kecil.

4. Pemaafan adalah sebuah proses.

Dan meskipun durasi dan kesulitannya akan sangat bervariasi, hal itu dapat diterapkan secara merata pada semua tingkat rasa sakit –apakah itu akibat dari seseorang yang bersikap kasar kepada kita di toko, orang tua yang lalai, anak yang abai, atau pasangan yang selingkuh.

Baca Juga :  Masyarakat Kota Serang Dukung Walikota H. Syafrudin Keluarkan Rekomendasi Bantu Anak Masuk Sekolah

Dalam studi lainnya, Luskin merekrut para responden berusia antara 18 hingga 30 tahun yang ingin menghadiri pelatihan pemaafan untuk menyelesaikan masalah pribadi mereka. Luskin kemudian mewawancarai mereka sebelum dan sesudah pelatihan.

Hasil dalam studi ini menegaskan bahwa pelatihan memaafkan membantu orang untuk :

1. Merasa lebih sedikit sakit hati.

2. Mempelajari teknik untuk memaafkan kekesalan yang spesifik dan lebih umum.

3. Memaafkan orang-orang tertentu yang telah menyebabkan mereka kesakitan.

4. Secara keseluruhan, temuan studi menunjukkan bahwa belajar memaafkan meningkatkan kesehatan psikologis dan fisiologis dan menawarkan perlindungan terhadap gangguan di masa depan. Pelatihan memaafkan juga menuntun individu menjadi lebih kuat secara emosional, mengalami kepercayaan diri yang lebih besar, dan menjadi semakin optimistis (Luskin, 2003).

Penemuan seperti itu digemakan juga dalam karya studi Luskin selanjutnya. Sebagai bagian dari Stanford University Forgiveness Project yang bekerja dengan orang-orang dewasa antara usia 25 dan 50 tahun, pelatihan pemaafan juga ditemukan bisa mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.

Baru-baru ini, sebagai bagian dari Northern Ireland HOPE Project, Luskin bekerja dengan keluarga yang orang-orang yang dicintainya dibunuh selama masa pergolakan politik di Irlandia Utara.

Orang-orang yang mereka cintai sering kali ditembak tanpa alasan jelas selain pendidikan agama atau politik mereka. Dalam kelompok ini ada para wanita yang putranya terbunuh secara tragis.

Bertahun-tahun setelah kematian putra mereka, para wanita itu menderita rasa sakit dan kemarahan yang luar biasa. Mereka juga merasa bahwa proses penyembuhan luka perasaan mereka sebagian besar diabaikan.

Pelatihan pemaafan yang ditawarkan oleh tim di Stanford memiliki hasil yang luar biasa dan mengubah hidup mereka.

Pada saat kedatangan, para wanita tersebut rata-rata mendapatkan skor luka 8,5 dari 10. Pada saat mereka pergi, luka yang mereka laporkan sendiri telah berkurang menjadi 3,5.

Baca Juga :  Tingkatkan Kualitas Mutu Ilmiah,  UMKO Ikuti Diklat Jurnal Elektronik 

Selain itu, dalam jangka panjang, para wanita tersebut juga melaporkan lebih sedikit perasaan depresi dan meningkatnya optimisme mereka.

Sebelumnya hari mereka diliputi secara penuh oleh amarah, sakit hati, dan kesedihan. Kini, mereka tetap berduka untuk orang-orang yang mereka cintai, tetapi dengan ukuran pemaafan dan kemampuan untuk mengatasinya.

Dalai Lama pernah berkata, “Jika saya mengembangkan perasaan buruk terhadap mereka yang membuat saya menderita, ini hanya akan menghancurkan ketenangan pikiran saya sendiri. Tetapi jika saya memaafkan, pikiran saya menjadi tenang.”

Riset lain juga menemukan kekuatan dari memaafkan. Kekuatan pemaafan, meski terkadang sangat sulit, dapat mengubah hidup dan menguatkan hidup (McCullough, Root, Tabak, & Van Oyen Witvliet, 2020).

Studi lainnya mengungkapkan bahwa belajar memaafkan sangat penting untuk kesejahteraan mental dan fisik kita. Meningkatkan emosi positif, sekaligus mengurangi emosi negatif seperti menyalahkan dan marah, menguntungkan kesehatan kardiovaskular kita dan mengurangi kesehatan yang buruk (Tennen & Affleck, 1990; Miller, Smith, Turner, Guijarro, & Hallet, 1996).

Penelitian lainnya yang berfokus secara khusus pada hubungan antara pemaafan dan manfaat kesehatan menemukan bahwa bahkan berpikir tentang memaafkan pelaku meningkatkan sistem kardiovaskular dan saraf orang (Van Oyen Witvliet, Ludwig, & Laan, 2001).

Pemaafan sangat penting untuk masyarakat yang berfungsi penuh dan memiliki manfaat pribadi yang cukup besar. Hal ini akan meningkatkan potensi kita untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan memiliki pandangan hidup yang lebih positif dan lebih bahagia. (nationalgeographic.co.id/positivepsychology.com/Utomo Priyambodo/red)

Foto Utama : Memaafkan adalah kondisi dimana kita berhenti menceritakan secara berulang pada diri sendiri mengenai apa yang terjadi, apa yang dilakukan orang lain, bagaimana kita terluka, dan hal-hal yang menimbulkan luka batin. Kita mengikhlaskan apa yang telah terjadi dan tidak terpengaruh dengan masa lalu. Foto : net.dok.

Baca Juga :  Planet Mars Miliki Panorama Kawah Beku hingga Gunung Api Raksasa, Destinasi Wisata Futuristik?