Kabag Hukum Lamteng Tanggapi Laporan NGO JPK Terkait Pemindahtanganan Aset Bawaslu

Lampung Tengah

LAMPUNG TENGAH (RNSI) – Terkait adanya penyerahan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) aset daerah berupa tanah bangunan yang diserahkan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, pada pihak Bawaslu setempat yang diduga cacat prosedur, terus menuai polemik.

Meski demikian, menurut Kabag Hukum Pemkab. Lamteng, Yasir Asromi, sesuai peraturan perundang-undangan yang menjadi payung hukum pemindahtanganan barang milik daerah ada juga Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Hal itu disampaikan menanggapi pernyataan Ketua NGO JPK Korda setempat, terkait penyerahan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) berupa aset berupa tanah dan bangunan ke Bawaslu setempat yang dinilai cacat prosedur.

“Jadi sesuai dengan Permendagri, Pasal.331 yang berbunyi pemindahtanganan barang milik daerah, yang harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang tanah dan bangunan yang dihibahkan itu senilai lebih dari 5 Milyar,” kata Yasir Asromi, Selasa, 27 Desember 2022.

Ia juga menjelaskan, pemindahan barang milik daerah berupa tanah dan bangunan, sebagaimana dimaksud pada ayat.1 huruf A, tidak memerlukan persetujuan DPRD, apabila sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah, atau penataan kota.

“Dimana bangunan yang dihibahkan itu harus dihapuskan, karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen anggaran. Dan diperuntukannya bagi PNS Pemerintah daerah yang bersangkutan, serta diperuntukan bagi kepentingan umum. Dan apa bila dikuasai status kepemilikannya, atau dipertahankan tidak layak secara ekonomis,” jelasnya.

“Kalau tidak salah usulan permintaan itu sudah lama di ajukan Bawaslu. Tetapi dalam pelaksanaannya, kita harus terlebih dahulu melihat mekanismenya, dimana terkait hal ini bidang aset yang lebih memahaminya. Saya disini hanya menyampaikan pendapat yang saya ketahui terkait hal itu,” sambungnya.

Baca Juga :  Polres Lampura Gelar KKP Serdik Sespimen Polri Dikreg ke-62

Meski demikian pihaknya juga akan berkoordinasi dengan pihak Dinas terkait, salah satunya bidang aset BPKAD yang lebih untuk mengetahui terkait berapa nilai aset yang diserahkan itu, dan bagaimana mekanisme penyerahan hibah tanah dan bangunan ke pihak Bawaslu. Dimana pada rapat awal pembahasan pihaknya masih dilibatkan, tetapi bagaimana keputusan atau hasil pembahasan itu bagian hukum tidak mengetahuinya.

“Karena sepengetahuan saya, pada saat rapat awal pembahasan itu tidak putus, karena pembahasan dalam rapat pada waktu itu pihak Bawaslu tidak hanya minta tanah dan gedung saja, dimana mereka juga minta peralatan dan pendanaanya juga. Tetapi putusan rapat itu bagaimana kelanjutannya saya tidak tahu lagi,” kata Yasir.

Ketika disinggung apakah pada penyerahan aset milik daerah sebelumnya bagian hukum Pemkab.Lamteng, dilibatkan. Yasir menyebut dimana pada penyerahan aset daerah sebelumnya pihak bagian hukum ikut dilibatkan, seperti dalam rapat pembahasan, sampai adanya keputusan.

“Tapi kalau berapa nilai tanah dan bangunan yang dihibahkan ke Bawaslu itu, saya tidak tahu. Ya biasanya kami dilibatkan, seperti contoh penyerahan aset tanah untuk pembangunan Mako Brimob beberapa waktu lalu. Kalau tidak salah penyerahan aset itu merupakan melanjutkan program Bupati sebelumnya,” pungkas dia.

Sementara menurut Ketua Kajian Kritis Kebijakan Pembangunan Publik (K3PP) Lampung, Ahmad Basri menyebut bahwa penyerahan hibah berupa tanah dan bangunan milik Pemkab.Lamteng, kepada Bawaslu setempat harus memenuhi prosedur administratif politis kebijakan, dan melalui mekanisme yang benar. Dan bila itu tidak dilakukan, atau dalam hal itu tidak melibatkan pihak Legislatif, berarti pihak DPRD wajib untuk memanggil pihak Pemkab, dan pihak terkait untuk dilakukan hearing dengar pendapat.

“Minimal saat penyerahan NPHD kepada pihak Bawaslu itu, ada pihak dari DPRD yang ikut dilibatkan. Tujuannya untuk mengetahui bahwa ada aset daerah yang dihibahkan, minimal adanya surat tembusan ke pihak Legislatif,” ujar Basri, Rabu (28/12).

Baca Juga :  50 persen Nakes Lamteng Telah Divaksinasi Covid-19

Menurut Basri, wajar bila NGO JPK Koorda Lamteng, menanyakan terkait kebijakan Publik yang dijalankan Pemkab.Lamteng, yang dinilai sebagai sikap “Ego Sektoral” karena, diduga Pemkab.Lamteng tidak taat azas atau tidak patuh dengan aturan hukum.

“Memasuki tahun 2023 nantikan, menjadi tahun Politik, maka wajar saja jika dinilai ada muatan dan pesan Politis yang terselubung dalam penyerahan aset daerah berupa tanah dan bagunan kepada pihak Bawaslu itu,” pungkasnya. (Ki)